Gatra.com: Anak Indonesia Terancam Alami Penurunan Kemampuan Belajar, Solusi Dari Tana Tidung

Sumaryanti, Guru SD di Tana Tidung melakukan pemetaan kemampuan membaca siswa baru di rumah siswanya

Sumaryanti, Guru SD di Tana Tidung melakukan pendampingan belajar di rumah siswa selama BDR

Anak-anak di Indonesia terancam mengalami penurunan kemampuan belajar atau learning loss selama pandemi COVID-19. Sekalipun Kemdikbud sudah meluncurkan program Belajar dari Rumah (BDR), namun masih banyak anak tidak aktif belajar.

Hal itu dipaparkan oleh Wakil Ketua Forum Masyarakat Literasi Indonesia (Formalindo) saat diskusi bersama dengan wartawan dalam rangka Hari Anak Nasional (HAN), di Medan, Kamis (23/07).

Erix menuturkan anak-anak yang tidak memiliki perangkat digital seperti laptop, telepon seluler dan paket internet, serta anak-anak di daerah minim akses listrik dan internet, paling berpotensi mengalami learning loss.

“Di kota besar seperti Medan saja, ternyata ada ratusan anak yang tidak bisa belajar daring atau online, sekalipun listrik dan jaringan internet sudah tersedia. Faktor kemiskinan menghambat kesempatan anak-anak ini untuk belajar,” terangnya.

Lebih lanjut Erix mengatakan, keseriusan pemerintah daerah (Pemda) menjalankan program BDR merupakan kunci untuk memotong potensi learning loss. Pemda tidak bisa menyerahkan semua urusan DBR hanya kepada sekolah.

Erix mengatakan Kabupaten Tana Tidung (KTT) di Kalimantan Utara, merupakan salah satu daerah yang progresif menjalankan BDR. KTT sendiri memiliki luas wilayah 4.828 kilometer persegi, atau lebih luas dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Keadaan ini semakin berat karena belum semua perkampungan di KTT bisa diakses melalui jalan darat. “Tapi presentase partipasi belajar siswa mereka selama BDR lebih dari 88 persen. Patut diapresiasi,” jelasnya.

Kepala Seksi Guru dan Tenaga Kependidikan (Kasi GTK) Disdik KTT, Diana melalui paparan virtual mengatakan sejak sekolah ditutup, pihaknya langsung melakukan pemetaan moda belajar. Pemetaan ini berhasil menentukan cara agar siswa bisa belajar dari rumah.

Dari 4.500an siswa PAUD, SD dan SMP yang dipetakan, ditemukan 11 persen anak bisa belajar menggunakan moda dalam jaringan (daring). Sebanyak 52 persen belajar menggunakan moda daring tanpa tatap muka, dan 37 persen menggunakan moda luar jaringan (luring).

Diana mengatakan, Disdik KTT sudah mendesain strategi baru untuk mencegah anak mengalami learning loss. Strategi ini dirancang Disdik KTT bersama Program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (Inovasi) di tingkat SD dan Formalindo ditingkat SMP.

Strategi ini didesain berdasarkan pengalaman menjalankan BDR periode sebelumnya. Hasil evaluasi KTT menunjukkan 11.87 persen siswa tidak belajar di periode pertama. Kebanyakan siswa yang tidak belajar ini, menggunakan moda daring tanpa tatap muka dan luring.

“Strategi baru kami meliputi pemetaan ulang moda belajar, perampingan kompetensi dasar (KD) di dalam kurikulum, pembuatan bahan ajar yang bermakna dan kontekstual, pendampingan belajar, program budaya baca, dan monitoring,” tambahnya.

Semua pembiayaan program BDR di KTT menggunakan Biaya Operasional Sekolah (BOS), Biaya Opersional Pendidikan (BOP) dari APBD KTT dan anggaran Disdik KTT sendiri. Re-alokasi anggaran dilakukan agar anak KTT bisa belajar dan berkembang walau harus berada di rumah.

Tulisan ini sebelumnya telah dipublikasi di https://www.gatra.com/detail/news/485548?t=1#

Posting Komentar

[facebook]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget