Kehilangan Pengalaman Belajar Akibat Belajar Dari Rumah, Dampaknya Berkepanjangan.


Belajar dari rumah atau juga dikenal dengan pembelajaran jarah jauh mengakibatkan kehilangan pengalaman belajar atau learning loss. Jika tidak ditangani dengan baik, maka learning loss akan terus menumpuk dan berdampak pada masa depan anak.

Sesuai hasil riset pemodelan learning loss bahwa kehilangan pengalaman belajar selama setengah tahun bagi siswa kelas III SD dapat mengurangi hasil pembelajaran hingga 1,5 tahun. Sedangkan bagi siswa kelas I SD dampaknya lebih lama yaitu hingga 2,2 tahun.

Hilangnya pengalaman belajar yang besar dapat menimbulkan konsekuensi ekonomi dan sosial yang besar pula. Hasil riset menunjukkan, kehilangan waktu belajar selama 1,5 tahun berpotensi mengurangi penghasilan anak ketika dewasa sekitar 15 persen per tahun. 

"Sedangkan jika kehilangan waktu belajar selama dua tahun berpotensi mengurangi pendapatan anak pada masa depan sekitar 20 persen per tahun" kata Research Fellow of Research on Improving Systems of Education (RISE) Program, Michelle Kaffenberger, dalam webinar ”Mitigasi Learning Loss untuk Mencegah Kerugian Ekonomi dan Sosial di Masa Depan akibat PJJ Berkepanjangan”, Kamis (11/2/2021).

Michelle Kaffenberger, Research Fellow of Research on Improving Systems of Education (RISE) Program

Peneliti dari Universitas Oxpord, Inggris tersebut melanjutkan, saat anak kembali belajar di sekolah, tidak serta merta mengembalikan kemampuan anak yang hilang tersebut. Oleh karenanya, anak tidak perlu menuntaskan seluruh capaian kurikulum. Akan tetapi mempelajari hal-hal mendasar yakni literasi dan numerasi. Mengawali pembelajaran, guru perlu melakukan asesmen untuk mengetahui tingkat kehilangan kemampuan yang dapat berbeda setiap anak.

Jafar Sidik, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tana Tidung turut menanggapi atas temuan hasil penelitian tersebut. Ia mengemukakan bahwa pihaknya telah menyadari potensi learning loss sejak belajar dari rumah terus berlanjut. Ia pun menerapkan berbagai strategi untuk menekan dampak learning loss tersebut.

"Di awal belajar dari rumah diterapkan, kami memetakan moda belajar dan keaktifan anak belajar dari rumah. Keaktifan belajar mencapai 88% yang juga berarti ada 12% tidak aktif belajar. Kami menindaklanjutinya dengan berbagai cara diantaranya melakukan pendampingan belajar, menggunakan kurikulum yang disederhanakan, memfokuskan pembelajaran pada literasi dan numerasi, serta mengembangkan bahan ajar dan dicetak untuk seluruh siswa" urai Jafar.

Jafar Sidik, SE memaparkan strategi penanganan dampak learning loss.

Selain itu, mengembalikan siswa belajar di sekolah telah dimulainya sejak November tahun lalu. Dua SMP di dua kecamatan yang memenuhi syarat dan berada zona hijau menjadi yang mengawali. Pembukaan sekolah lainnya telah dipersiapkan. Tidak hanya sarana dan prasana kesehatan yang harus dipenuhi tetapi ada serangkaian prosedur termasuk prosedur pembelajaran yang harus diindahkan.

"Saat anak kembali bersekolah, kurikulum yang digunakan juga kurikulum yang disederhanakan. Guru mengawali dengan asesmen diagnosis untuk mengetahui seberapa jauh ketertinggalan kemampuan mendasar anak. Ketinggalan tersebut yang harus ditangani terlebih dahulu sebelum melanjutkan pelajaran sesuai kelasnya" kata Jafar.

Puji Lestari, guru kelas 1 SD Negeri Terpadu Unggulan 2 Tana Tidung juga membagikan praktik baiknya dalam menekan learning loss. Sesuai instruksi Dinas Pendidikan, ia melakukan penilaian formatif berupa pemetaan kemampuan membaca siswa kelas 1 SD. Berdasarkan kemampuan tersebut, ia menyusun bahan ajar sesuai kemampuan siswanya. Disertai dengan pendampingan belajar, peserta didiknya mengalami kemajuan kemampuan membaca.

Posting Komentar

[facebook]

MKRdezign

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget