Oleh Maslan Bin Abdul Azis, Guru Bahasa Inggris SMPN Terpadu Unggulan (TU) 2 Tana Tidung, Kabupaten Tana Tidung, Kalimantan Utara
Pandemi
COVID-19 memberi tantangan baru bagi
guru. Hilangnya kemampuan belajar (learning
loss) dan menurunnya semangat
belajar siswa, menjadi masalah yang membuat guru frustrasi. Namun
saya tidak panik menghadapi situasi ini. Saya punya senjata pamungkas bernama test diagnostik dan pembelajaran terdiferensiasi.
Kedua senjata ini saya pakai pada
topik text procedure.
Kami
beruntung karena Disdik Kabupaten
Tana Tidung, Kalimantan Utara cepat tanggap dengan masalah guru. Disdik memperkenalkan kami dengan e-PINTAR. Sebuah learning
manajemen sistem (LMS) yang dikembangkan Tanoto Foundation.
Lewat e-PINTAR kami dilatih menggunakan tes
diagnostik dan pembelajaran terdiferensiasi.
Setelah saya mengikuti pelatihan e-PINTAR saya baru
mengetahui cara memulihkan kemampuan belajar siswa. LMS ini dilengkapi video
dan contoh yang mudah saya pahami. Saya bisa mengerti cara melakukan test
diagnostik, mengelompokkan siswa, dan membuat rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) berdasarkan tingkat kemampuan siswa. Penjelasan di e-PINTAR jauh lebih
mudah saya pahami daripada penjelasan konvensional yang sering saya dengar.
Kepala Seksi (Kasi) Kurikulum Disdik Tana Tidung,
Diana mengatakan, pemulihan kemampuan belajar merupakan kebijakan Bupati Tana
Tidung, Ibrahim Ali. Kebijakan ini bertujuan mengantisipasi dampak buruk learning
loss. Dalam Forum Temu Inovasi Kemdikbudristek April lalu, Bupati Ibrahim
Ali memaparkan strategi Tana Tidung untuk memulihkan kemampuan belajar yaitu
dengan melakukan test diagnostik dan pembelajaran terdiferensiasi. Dalam
mengimplementasikan kebijakan ini, Tana Tidung mendapat dukungan dari Program
Inovasi untuk Sekolah Indonesia (INOVASI) di tingkat SD dan Tanoto Foundation
di tingkat SMP. “Tanoto Foundation memberikan dukungan kepada guru-guru kami
untuk mengikuti pelatihan melalui e-PINTAR. Tanoto Foundation juga menyediakan
fasilitator sebagai pendamping dan rekan belajar kami,” terangnya.
Pembelajaran
Terdiferensiasi
Langkah awal melakukan pembelajaran terdiferensiasi,
adalah melaksanakan test diagnostik. Tujuannya untuk mengetahui level
kemampuan siswa. Terdiri dari dua bagian tes. Pertama,
test diagnostik kognitif. Digunakan untuk mengetahui
level penguasaan kompetensi siswa sesuai kurikulum. Sedangkan bagian kedua, adalah test diagnostik non kognitif.
Digunakan untuk menilai kesiapan belajar siswa. Baik secara psikologi,
ketersediaan sarana
belajar, dan dukungan keluarga.
Dari
kedua test diagnostik ini, kami bisa mengetahui siapa siswa yang mengalami
learning loss. Dari sanalah guru bisa membuat
pembelajaran terdiferensiasi (pembelajaran berbeda). Pembelajaran berbeda
maksudnya anak belajar sesuai level kemampuannya. Walau anak berada di jenjang
kelas yang sama, namun mereka tidak akan belajar dengan satu materi yang sama.
Guru membuat beberapa materi belajar yang berbeda tingkat kesulitannya.
Selain itu, guru akan mengalokasikan waktu
pendampingan belajar lebih
banyak kepada siswa yang paling tertinggal atau mengalami learning loss.
Sehingga pada waktunya nanti, kemampuan siswa bisa sama atau mendekati kemampuan
rekan-rekan lainnya yang tidak mengalami learning loss.
Text
Procedure
Dari hasil test diagnostik, saya membagi
siswa menjadi tiga kelompok: (1) kelompok kemampuan di atas rata-data, (2)
kelompok rata-rata kelas, dan (3) kelompok di bawah rata-rata.
Siswa
di kelompok di atas rata-rata, saya berikan tugas pengayaan dengan pedalaman
materi yang sedikit lebih tinggi.
Sedangkan
siswa di kelompok rata-rata, saya
berikan tugas sedang dengan menyisipkan tantangan agar mereka lebih terdorong
untuk belajar. Jika mereka mengalami hambatan, saya
minta mereka untuk
bertanya terlebih dahulu kepada
tiga orang temannya. Jika tidak menemukan
jawaban, mereka baru boleh bertanya ke guru. Siswa kelompok di
atas rata-rata saya minta membantu siswa di
kelompok rata-rata ini. Dengan bertanya kepada siswa lain, saya mendorong mereka bisa saling membelajarkan
(peer teaching).
Bagaimana
dengan siswa di bawah rata-rata? saya bimbing langsung. Saya berikan mereka
perlakuan khusus. Jika
diperlukan, saya bahkan memberi tambahan waktu belajar di luar jam sekolah. Tambahan waktu belajar ini membantu saya agar tidak kerepotan untuk menyeimbangkan kemampuan siswa saat mereka belajar di kelas.
Dua siswa saya bernama M. Faudzan Adzim dan Ahmad Rozjak, mengakui manfaat pembelajaran terdiferensiasi ini. Fauzan
misalnya. Karena kemampuan belajarnya tertinggal, Ia dulu sering tidak
mendapat peran saat kerja kelompok. Rekannya
yang lebih
menguasai materi selalu mengabaikan Fauzan. Ia pun merasa tertekan dan merasa bukan anggota
kelompok. Tapi sekarang Ia senang belajar dengan kelompoknya, karena sudah diterima dengan baik. Sedangkan Rozjak ingin selalu belajar berbeda. Ia mau
semua guru menggunakan pembelajaran terdiferensiasi.
Sebagai guru, saya senang degan proses yang
kini terjadi. Saya kini bisa membantu anak-anak yang paling tertinggal
dan menderita karena pandemi COVID-19 ini.
###
Catatan redaksi:
1. Naskah ini pertama kali diterbitkan oleh kumparan.com pada Minggu, 07 November 2021. Link berita dapat dibaca: https://kumparan.com/program-pintar/pembelajaran-terdiferensiasi-buat-belajar-text-procedure-lebih-menyenangkan-1ws85YyeHyr/full
2. Naskah ini dipublikasikan sebagai bagian dari
Pelatihan Penulisan Berita dan Praktik Baik Disdik Tana Tidung 2021
Posting Komentar