Oleh Lilis Suryana, Staf Dinas Pendidikan Tana Tidung
Pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara online
memberikan banyak dampak positif, namun juga membawa dampak negatif. Salah satu dampak negatifnya, anak menjadi terlalu sering
terpapar gawai. Kondisi ini bisa memicu kecanduan gawai pada anak. Ini cerita Cici
Parmita yang berhasil memutus potensi
kecanduan gawai menggunakan kontrak
perilaku.
K seorang Ibu rumah
tangga. Ia sempat
pusing memikirkan anaknya. Namanya R. Ia siswa kelas V di salah satu sekolah dasar negeri di Kabupaten Tana Tidung, Provinsi Kalimantan
Utara. Saban hari R kerjanya bermain
gawai. Seperti tidak kenal waktu. Celakanya, tugas-tugas belajar dari gurunya
sering R abaikan.
Kebiasaan R menghabiskan waktu bermain gawai terjadi
sejak pandemi Covid-19. Sebagai ibu, K khawatir, seperti apa kelak masa depan
anaknya itu. Selain lupa belajar, gara-gara
sibuk main gawai, R juga menjadi jarang bersosialisasi dengan lingkungan
sekitarnya. Termasuk bermain dengan teman-teman sebayanya. Hal ini jelas akan
menghambat pertumbuhan sang anak. Baik secara kepribadian
maupun jiwa sosialnya.
Mendengar keluh kesah Bu K
ini, Cici Parmita terpanggil membantu. Cici
adalah seorang mahasiswi Bimbingan dan Konseling (BK) di Universitas
Borneo Tarakan. Cici berniat membantu anak tersebut dalam mengubah perilaku dan
kebiasaan buruk.
Kebetulan sekali selama masa pandemi
berlangsung, Cici juga mengikuti perkuliahan
secara online. Kondisi itu pula yang membuat Ia pulang ke kampung
halamannya di Desa Sesayap. Berada di kampung
halamannya, Cici
melihat di lingkungan sekitarnya, banyak anak tidak bisa melakukan sekolah
tatap muka termasuk R.
Cici mengatakan masalah
yang dialami R sesungguhnya tanggung jawab masyarakat juga. Anak itu menjadi lebih akrab dengan gawai lantaran terlalu lama belajar mandiri di rumah. Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan ini telah
berdampak kepada kehidupan R. Sudah banyak studi menunjukkan, pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang
berkepanjangan telah memicu rasa bosan belajar. Masalah ini terjadi di seluruh
dunia, termasuk di Tana Tidung. Masyarakat juga sering luput memperhatikan
masalah ini. Masyarakat sebaiknya ikut berpartisipasi mengatasi masalah ini,
karena tidak semua urusan pendidikan mampu diselesaikan sekolah dan guru. “Kami akui, anak
didiklah yang merasakan kerugian paling besar dari pagebluk ini,” tukas Cici.
Cici mengatakan bahwa, anak yang kecanduan gawai
masih bisa diselamatkan. Metode atau teknik kontrak perilaku bisa dicobakan. Kontrak
perilaku akan memotivasi anak untuk fokus mencapai tujuan belajar.
Cici kemudian menyiapkan kontrak perilaku. Cici
menemui orangtua R untuk menandatangan kontrak tersebut. Kontrak ini menuntut
komitmen bersama dari orang tua murid untuk menjalankan layanan konseling individu.
Layanan konseling individu ini ditujukan untuk mengatasi kurangnya motivasi
anak dalam belajar.
Pada teknik ini Cici mengajak orang tua murid
untuk berpartisipasi dalam pengubahan perilaku anak. Diantaranya, dengan cara
orang tua lebih memperhatikan anak (meluangkan waktunya untuk anak), mengajak
anak berdiskusi, mengajak anak bertukar pendapat serta membantu konselor dalam
mengontrol proses kontrak perilaku yang telah disetujui oleh orangtua dan anak
pada lembar kontrak perilaku yang telah disepakati.
Dalam kontrak perilaku tersebut anak menyetujui
perilaku-perilaku yang akan diubah dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.
Tentu berlaku sistem reward (hadiah) dan punishment sebagai konsekuensi yang
akan diterima anak dalam teknik kontrak perilaku tersebut, sebagaimana telah
mereka setujui bersama.
Kontrak perilaku merupakan intervensi yang
digunakan untuk membantu memantau dan mengubah perilaku konseli. Menggunakan
kontrak sederhana, harapan seorang konseli dijabarkan secara rinci, bersama
dengan tanggapan konselor terhadap pencapaian dari harapan tersebut,
menjadikannya dokumen perencanaan yang berguna. Kontrak perilaku juga merupakan
kontrak tertulis antara konseli dan konselor yang menguraikan kewajiban
(perilaku) konseli dalam memenuhi persyaratan kontrak, serta kewajiban konselor
setelah konseli memenuhi kesepakatannya.
Kontrak perilaku yang di buat oleh Cici kepada R
merupakan kontrak perilaku yang sederhana yaitu berupa lembar kontrak perilaku
yang di buat berdasarkan kesepakatan di antara Cici sebagai konselor kepada R
selaku Konselor dan tentunya
dengan persetujuan dari K selaku orangtua
dari R. Lembar kontrak perilaku disetujui pada Agustus 2021.
Adapun reward yang akan anak dapat dalam kontrak
perilaku tersebut yaitu anak dapat bermain game jika telah mengerjakan tugas
atau telah mengikuti pembelajaran secara daring atau anak dapat menonton film
kesukaannya. Sedangkan jika anak melanggar kontrak perilaku itu, dia akan
diganjar berupa penyitaan gawai selama beberapa hari sesuai dengan apa yang
telah disepakati.
Sebelum menerapkan teknik kontrak perilaku ini,
jelas si anak sangat candu bermain game (akrab dengan gawai), tidak memiliki
motivasi dalam belajar dan tidak bisa mengatur waktunya dengan baik antara
bermain dan belajar.
Setelah berjalan kurang lebih satu bulan
berlangsung proses layanan individu sesuai kontrak perilaku itu, hasilnya, anak
menjadi dapat memanajemen waktunya dengan baik, bisa membagi kapan waktunya
bermain, kapan waktunya belajar. Anak menjadi lebih paham apa yang harus ia prioritaskan.
Anak juga menjadi termotivasi untuk belajar, mengerjakan tugas dengan baik
serta memiliki fokus saat belajar.
Itu nyata terjadi pada diri R. Setelah menjalani
kontrak tersebut, perilakunya pun berubah signifikan, dari yang awalnya malas
belajar menjadi suka belajar, dari yang sering main game menjadi dapat
mengurangi waktu bermain game, serta ia mampu memanajemen waktu antara belajar
dan bermain. Semua perubahan itu, tercatat secara rapi dalam buku diary Cici
selaku konselor. Dan perubahan R yang jauh lebih baik itu juga dirasakan oleh K,
ibunya.
Menumbuhkan motivasi belajar pada anak jelas
sangat perlu dilakukan, karena hal itu tentunya akan berdampak positif pada
proses belajar anak serta perkembangannya. Pendekatan tepat dan menerapkan metode
kontrak perilaku ternyata efektif mengubah perilaku anak, sepanjang ada
dukungan dan kerjasama yang baik antara guru/konselor dan orangtua dalam
memantau dan membimbing anak selama proses pembelajaran. Kerjasama orangtua dan
guru sangat perting untuk menolong anak dalam berkembang menjadi lebih baik.
###
Catatan redaksi: Naskah ini dipublikasikan sebagai bagian dari Pelatihan Penulisan Berita dan Praktik Baik Disdik Tana Tidung 2021
Posting Komentar